Selasa, 01 November 2016

CATATAN SEJARAH SRIWIJAYA

http://www.jpnn.com/picture/normal/20140915_152957/152957_42765_candi_muara_takus_riau.jpg
Catatan sejarah Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya; Jawa: ꦯꦿꦶꦮꦶꦗꦪ; Thai: ศรีวิชัย atau "Siwichai") adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, ThailandSelatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinanJawa Tengah.[1][2] Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan",[2] maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.[3][4] Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.[5] Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan[2] di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dariKoromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.[6]
Setelah jatuh, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan Perancis George Cœdèsdari École française d'Extrême-Orient.[7]





Kerajaan Sriwijaya diperkirakan berdiri pada abad ke-7 M dan menganut agama Buddha di Sumatera Selatan. Bukti-bukti tentang kerajaan Sriwijaya yang berkembang sampai sekitar abad ke-14 ini, berasal dari beberapa prasasti yang ditemukan di wilayah tersebut. Bahkan ada yang ditemukan di Bangka, Ligor (Malaysia), dan Nalanda (India Selatan). Walaupun letak secara pasti pusat kerajaan sulit dibuktikan, tetapi kebesaran dan pengaruh kerajaan Sriwijaya sangat nyata. Hal ini dibuktikan dari berita-berita orang Arab, India, dan Cina yang kala itu menjalin hubungan dengan kerajaan Sriwijaya.

Bukti-Bukti Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Nama Sriwijaya sudah terkenal dalam perdagangan internasional. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya berbagai sumber yang menerangkan mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya, seperti di bawah ini.
  • Dari berita Arab diketahui bahwa pedagang Arab melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya, bahkan disekitar Sriwijaya ditemukan peninggalan bekas perkampungan orang Arab.
  • Dari berita India diketahui bahwa Keraaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan Kerajaan India, seperti Nalanda dan Colamandala bahkan Kerajaan Nalanda mendirikan prasasti yang menerangkan tentang Sriwijaya.
  • Dari berita Cina diketahui bahwa para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya sebelum melanjutkan perjalanan ke India dan Arab. Berita Cina juga menyebutkan pada abad ke-7 di Sumatra telah ada beberapa kerajaan, antara lain Kerajaan Tulang Bawang di Sumatra Selatan, Melayu di Jambi, dan Sriwijaya. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya ini dapat diperoleh informasinya, misalnya, dari cerita pendeta Buddha dari Tiongkok, I-tsing. Pada tahun 671, Ia berangkat dan Kanton ke India, kemudian singgah terlebih dahulu di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar tata bahasa Sanskerta. Pada tahun 685, dia kembali ke Sriwijaya dan menetap selama empat tahun untuk menerjemahkan berbagai kitab suci Buddha dan bahasa Sanskerta ke bahasa Tionghoa. Karena dalam kenyataannya, dia tidak dapat menyelesaikan sendiri pekerjaan itu, maka pada tahun 689, dia pergi ke Kanton untuk mencari pembantu dan segera kembali lagi ke Sriwijaya. Selanjutnya, baru pada tahun 695, I-tsing pulang ke Tiongkok.

Raja-raja Kerajaan Sriwijaya

Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut:
  • Raja Daputra Hyang: Berita mengenai raja ini diketahui melalui prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah bercita-cita agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan bercorak maritim.
  • Raja Dharmasetu: Pada masa pemerintahan Raja Dharmasetu, Kerajaan Sriwijaya berkembang sampai ke Semenanjung Malaya. Bahkan, disana Kerajaan Sriwijaya membangun sebuah pangkalan di daerah Ligor. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mampu menjalin hubungan dengan China dan India. Setiap kapal yang berlayar dari India dan China selalu singgah di Bandar-bandar Sriwijaya.
  • Raja Balaputradewa: Berita tentang raja Balaputradewa diketahui dari keterangan Prasasi Nalanda. Balaputradewa memerintah sekitar abad ke-9, pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya berkembang pesat menjadi kerajaan yang besar dan menjadi pusat agama Buddha di Asia Tenggara. Ia menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di India seperti Nalanda dan Cola. Balaputradewa adalah keturunan dari dinas Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya.
  • Raja Sri Sudamaniwarmadewa: Pada masa pemerintahan Raja Sri Sudamaniwarmadewa, Kerajaan Sriwijaya pernah mendapat serangan dai Raja Darmawangsa dari Jawa Timur. Namun, serangan tersebut berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya.
  • Raja Sanggrama Wijayattunggawarman: Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami serangan dari Kerajaan Chola. Di bawah pimpinan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman akhirnya ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman kemudian dibebaskan kembali.

Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mengalami zaman keemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa pada abad ke-9. Wilayah Kerajaan Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatra, Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Kerajaan Sriwijaya disebut kerajaan Nusantara pertama. Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim, pusat agama Buddha, pusat pendidikan, dan sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara.
  • Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim karena mempunyai angkatan laut yang tangguh dan wilayah perairan yang luas. Karena begitu luas wilayahnya, maka Kerajaan Sriwijaya disebut Kerajaan Nusantara pertama.
  • Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat pendidikan penyebaran agama Buddha, dengan bukti catatan I-tsing dari China pada tahun 685 M, yang menyebut Sriwijaya dengan She-le-fo-she.
  • Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan karena Palembang sebagai jalur perdagangan nasional dan internasional. Banyak kapal yang singgah sehingga menambah pemasukan pajak.

Kemunduran Kerajaan Sriwijaya

Beberapa faktor penyebab kemunduran Kerajaan Sriwijaya di antaranya adalah sebagai berikut:
  • Faktor geografis, berupa perubahan letak Kerajaan Sriwijaya. Perubahan ini erat kaitannya dengan pengendapan lumpur Sungai Musi yang mengakibatkan letak ibu kota Kerajaan Sriwijaya tidak lagi dekat dengan pantai. Akibatnya ibu kota Sriwijaya kurang diminati lagi oleh pedagang internasional.
  • Lemahnya kontrol pemerintahan pusat sehingga banyak daerah yang melepaskan diri.
  • Berkembangnya kekuatan politik di Jawa dan India. Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala tahun 1017 dan 1025. Pada tahun 1025, serangan itu diulangi sehingga Raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singosari melakukan ekspcdisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu lepas dari kekuasaan Sriwijaya. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya terjadi saat armada laut Majapahit menyerang Sniwijaya tahun 1377.

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai berikut.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
1.       Prasasti Ligor Prasasti Ligor ditemukan di Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan. Pahatannya ditulis di kedua sisi. Sisi pertama disebut prasasti ligor A, isinya menjelaskan tentang kegagahan raja Sriwijaya, raja dari segala raja dunia yang telah mendirikan Trisamaya caitya untuk Kajara. Sisi kedua disebut prasasti Ligor B, isinya menjelaskan tentang pemberian gelar Visnu Sesawarimadawimathana pada Sri Maharaja yang berasal dari keluarga Sailendravamsa.


2.       Prasasti Palas Pasemah Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti yang ditemukan di sebuah pinggiran rawa di desa Palas Pasemah, Lampung Selatan, Lampung. Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa ini tersusun atas 13 baris kalimat. Isinya menjelaskan tentang kutukan atas orang-orang yang tidak tunduk pada kekuasaan Sriwijaya. Diperkirakan dari bentuk aksaranya, salah satu prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya ini diperkirakan berasal dari abad ke 7 Masehi.
3.        Prasasti Hujung Langit Prasasti Hujung Langit adalah prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung. Sama seperti prasasti lainnya, prasasti ini juga ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa. Susunan pesan dalam prasasti ini tidak cukup jelas karena tingkat keausan batunya sangat tinggi. Akan tetapi, setelah diidentifikasi prasasti ini diperkirakan berasal dari tahun 997 Masehi dan isinya menjelaskan tentang pemberian tanah sima.


4.        Prasasti Kota Kapur Prasasti Kota Kapur ditemukan di pesisir Pulau Bangka sebelah Barat. Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa ini ditemukan pada Desember 1892 oleh J.K. van der Meulen. Isinya menjelaskan tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah titah dari kekuasaan kemaharajaan Sriwijaya.



5.       Prasasti Telaga Batu Prasasti Telaga Batu adalah sekumpulan prasasti yang ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang. Prasasti-prasasti ini berisi tentang kutukan pada mereka yang melakukan perbuatan jahat di kedatuan Sriwijaya. Kini, prasasti-prasasti ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta. 6

6.       Prasasti Kedukan Bukit Pada tanggal 29 November 1920, M. Batenburg menemukan sebuah batu bertulis di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang-Sumatera Selatan. Prasasti berukuran 45 × 80 cm ini ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa. Isinya menceritakan bahwa seorang utusan Kerajaan Sriwijaya bernama Dapunta Hyang telah mengadakan sidhayarta (perjalanan suci) menggunakan perahu. Dalam perjalanan yang disertai 2.000 pasukan tersebut, ia telah berhasil menaklukan daerah-daerah lain.  Prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.

7.       Prasasti Talang Tuwo Di kaki Bukit Seguntang tepian utara Sungai Musi, Louis Constant Westenenk –seorang residen Palembang pada tanggal 17 November 1920 menemukan sebuah prasasti. Prasasti Talang Tuwo –begitu kemudian disebut- adalah sebuah prasasti yang berisi doa-doa dedikasi. Prasasti ini menggambarkan bahwa aliran Budha yang digunakan Sriwijaya pada masa itu adalah aliran Mahayana. Ini dibuktikan dari digunakannya kata-kata khas aliran Budha Mahayana seperti bodhicitta, vajrasarira, annuttarabhisamyaksamvodhi, dan mahasattva.


8.       Prasasti Leiden Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah Prasasti Leiden. Prasasti ini ditulis di sebuah lempeng tembaga dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Tamil. Saat ini prasastu Leiden berada di Musium Belanda. Isinya menceritakan hubungan baik antara dinasti Chola dari Tamil dengan dinasti Sailendra dari Sriwijaya, India Selatan.


9.      Prasasti Karang Birahi Prasasti Karang Brahi ditemukan oleh Kontrolir L.M. Berkhout pada tahun 1904 di tepian Batang Merangin, Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Merangin-Jambi. Sama seperti prasasti Telaga Batu, Prasasti Palas Pasemah, dan Prasasti Kota Kapur, prasasti ini menjelaskan tentang kutukan pada mereka yang berbuat jahat dan tidak setia pada sang Raja Sriwijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar